LAMSEL, WARTAPRO.ID –
Suhu politik dalam menyambut pesta demokrasi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2024 di Lampung Selatan (Lamsel) nampak dinamika mulai mencuat kepermukaan.
Dinamika yang muncul akhir-akhir ini adalah adanya perubahan dukungan dari simpatisan, baik dari perorangan, kelompok, hingga adanya pengakuan dari Kader partai pengusung Cabup dan Cawabup.
Salah satunya muncul dari Pengamat Politik Universitas Lampung (Unila), Dedi Hermawan (30/10) menilai perubahan pergeseran dukungan simpatisan dan kader PKS serta PDIP kepada Pasangan Calon (Paslon) di Pilkada Lampung Selatan (Lamsel) 2024 sebagai proses demokrasi yang lumrah terjadi.
Gelombang politik tersebut kemungkinan besar adalah adanya ketidakpuasan dari masyarakat Lamsel dan tidak adanya perubahan yang signifikan saat Petahana memimpin, sehingga mendelakrasikan untuk mendukung Paslon Egi-Syaiful.
Meski menimbulkan pro-kontra, menurut Pengamat Politik UNILA itu bahwa setiap pemilih memiliki hak penuh untuk menentukan pilihan politiknya, termasuk jika memutuskan untuk berpindah dukungan.
“Ini bisa menjadi gambaran bahwa, memang karakter pemilihnya kan tidak loyalis, sehingga mudah berpindah. Ini adalah bagian dari dinamika politik dalam demokrasi,” ujar Dedi.
Perubahahan dan pergeseran dukungan, menurutnya, menunjukkan bahwa pemilih tidak terikat secara mutlak pada partai politik. Melainkan lebih kepada pemilihan pribadi masing-masing.
“Dan ini tentu menjadi informasi kenapa terjadi pergeseran. Apakah itu sikap dari pragmatisme pemilih yang mudah di mobilisasi karena ada pasangan yang sudah dekat dengan kemenangan. Sehingga pemilih dan pendukung itu mudah bergeser,” paparnya lagi.
Dirinya juga menekankan dalam demokrasi, perubahan dukungan ini adalah hak dasar yang dimiliki setiap pemilih. Kendati demikian, lanjut dia, biasanya memang ada mekanisme tersendiri di internal partai terkait hal ini.
Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa fenomena ini seringkali terjadi saat pemilih merasa kecewa terhadap kinerja calon petahana atau jika ada penantang yang dinilai lebih menjanjikan.
“Kalau bicara perubahan, berarti kan pemilihnya itu objektif dan lebih mengacu pada gagasan perubahan kan. Kalau ini digambarkan kekecewaan terhadap kinerja incumbent masa lalu yang tidak bagus, ini bisa menjadi alasan. Bahwa selama periodenya Pak Nanang itu tidak ada perubahan yang signifikan.” Pungkasnya. (Red)