LAMSEL, WARTAPRO.ID – Kisruh lahan pertanian, akhirnya puluhan warga penggarap menggeruduk ke kantor Desa Ruguk, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel), pada Selasa (4/3/2025).
Koordinator unjuk rasa, Uroy menerangkan bahwa aksi tersebut akibat adanya dugaan pihak-pihak yang mengklaim lahan pertanian yang sudah digarap mereka sudah berpuluh-puluh tahun yang silam.
“Tuntutan kami disini untuk membatalkan kompensasi, kami tidak menerima adanya kompensasi bentuk apapun dari Rangga, karena kami beralasan kami akan mempertahankan hak garap kami di sini ya di situ, karena selama ini kami meminta kebenaran status kepemilikan tanah Bapak Rangga disini, nggak pernah diperlihatkan, nah sebab itu kami datang ke Desa untuk mempertahankan hak garap kami dan kami tidak akan menerima kompensasi apa bentuk apapun itu tujuan kami,” cetusnya.
Dalam pantauan media wartapro.id -, setidaknya ada sekitar 30-an warga yang datang mempertanyakan keabsahan kepemilikan lahan yang diklaim oleh pihak Rangga.
“Dan kami akan ketemu dengan Pak Rangga, mudah-mudahan dia akan hadir dan akan menepati janji dia akan hadir, karena sepengetahuan kami adalah seorang Dewan dari partai Gerindra itu ya itu,” ucapnya lagi.
Ia menyebut bahwa, adanya dugaan kong kalikong antara pihak Pemerintahan Desa dengan Rangga, dengan kesepakatan warga yang menggarap tanah tersebut akan diberikan konpensasi sebesar Rp.1.000,- (Seribu Rupiah) per meternya.
“Lahan yang ada di Desa Ruguk ini sekitar 200 Hektare, karena kami disini di iming-imingi akan menerima kompensasi sebesar 1.000 per meter, nah Kami tidak akan menerima itu, karena apa Karena kami akan mempertahankan hak garap kami, itu saja,” tegasnya lagi.
Lanjutnya, “karena apa?, Karena yang kami minta bukti kepemilikannya dari pihak Desa ataupun Pak Rangga enggak pernah memperlihatnya, itulah kami bergerak datang ke Desa ini ya untuk untuk mencari kebenarannya dan untuk membatalkan, kami tidak akan menerima kompensasi seribu itu. Itu tujuan kami, tidak lain tidak bukan, enggak ada selain itu,” tuturnya.
Dan terkait tuntutan kepada Kepala Desa untuk membela masyarakat yang memiliki lahan tersebut, ia menegaskan tidak ada hubungannya dengan Rangga, yang ada adalah antara penggarap dengan pihak Bakeri.
“Selama ini sebenarnya kami menilai Kepala Desa tidak berpihak kepada masyarakat, dengan alasan setiap kami bertanya dengan Kepala Desa dasar apa Bapak mau bekerja sama dengan Rangga dan untuk mau turun ke Dusun-Dusun untuk mengukur ulang itu dasarnya mau nerima kerjasama dengan Rangga, menghasilkan konpensasi dengan masyarakat, masyarakat khusus Gunung Guci, Keramat dan sekitarnya, itu Nah itu saya rasa Kepala Desa enggak bisa menjawabnya, yang sepastinya yang semestinya kami harapkan, gitu kan,” tegasnya kembali.
“Maka kami disitu menyebutkan Kepala Desa ini adalah ilegal, ya tidak jelas, tidak transparan, dan tidak melindungi hak kepada masyarakat,” pekiknya, seraya diamini oleh warga yang lain.
Senada, Tawin Maulana warga Dusun Keramat Baru, Desa setempat berharap, ada keterangan yang jelas terkait keabsahan kepemilikan lahan mereka yang di klaim oleh pihak Rangga.
“Harapan kami, kalau seandainya iya tanah tersebut diambil sama yang punya ya dari awal, ya secara transparan lah. Dulu pembebasan tanah ini kan atas izin Bupati sama Dinas terkait, kami rela untuk melepaskan lahan tersebut yaitu sesuai dengan perizinannya yaitu untuk industri. Kalau yang terjadi sekarang kan yang mau ngambil bukan dari Bakeri, atas nama perorangan, kelompok bahkan. Ya kami akan bertahan Pak, kalau istilahnya bukan bakeri yang mau mengambil tanah tersebut,” katanya.
Dan saat ditanya apakah ada langkah hukum yang akan ditempuh, jika tuntutan mereka tidak dipenuhi?. Iya menegaskan, “kami selaku masyarakat kecil enggak tahu hukum, intinya yang tahu kami dulu judulnya ke Bakeri ya, kalau yang ngambil Bakeri ya silakan. Tapi kalo bukan Bakeri Kami tetap akan bertahan Pak sampai kapanpun.” Tandasnya. (Red)